Indonesia berkomitmen untuk mencapai nol emisi karbon (net zero emission) selambat-lambatnya di tahun 2060. Dalam mewujudkan komitmen tersebut diperlukan biaya sebesar Rp 28.223 triliun. Kebutuhan dana sebesar itu memerlukan dukungan yang sesuai dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial, selaras dengan penerapan konsep ekonomi hijau.
Ekonomi hijau atau green economy merupakan konsep ekonomi yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, serta meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan. Selain itu, ekonomi hijau juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan dampak negatif lain terhadap lingkungan.
Konsep ekonomi hijau mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang mempertimbangkan penggunaan modal alam yang lebih baik, mengurangi polusi, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan membangun ekonomi hijau, pertumbuhan hijau sangat penting. Ini melibatkan penggabungan aspek sosial dan lingkungan dalam proses ekonomi.
Sumber energi terbarukan seperti panas bumi, bioenergi, gelombang laut, air, angin, dan panas matahari membantu transisi energi Indonesia menuju ekonomi hijau. Untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan, pemerintah telah melakukan hal-hal, termasuk mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2022.
Salah satu perbedaan utama antara ekonomi hijau dan biru adalah fokus pembangunan ekonominya. Ekonomi hijau berfokus pada penggunaan energi terbarukan dan penggunaan sumber daya alam yang bertanggung jawab, sedangkan ekonomi biru berfokus pada sektor kelautan dan keberlanjutan ekosistem laut.
Dalam mencapai keberhasilan program ekonomi hijau terdapat tiga tujuan utama, yaitu
1. Transisi Bahan Bakar Fosil
Ini dimulai karena bahan bakar fosil mendominasi ekonomi dan sistem energi Indonesia. Untuk menerapkan ekonomi hijau, diperlukan peralihan dari bahan bakar fosil. Untuk memahami dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari transisi ini, studi, diskusi publik, dan diskusi bilateral dengan pemerintah diperlukan. Pentingnya transisi dari bahan bakar fosil telah membuat pemangku kepentingan lebih menyadari pentingnya merencanakan transisi ini dengan meminimalkan risiko yang terkait.
2. Optimalisasi Efisiensi Energi
Untuk mencapai ekonomi yang ramah lingkungan, efisiensi energi sangat penting karena memungkinkan pengurangan emisi gas rumah kaca tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Pengurangan konsumsi energi di berbagai area, seperti gedung komersial, industri, publik, dan rumah tangga, adalah fokus utama. Tahun 2018, studi industri fokus pada efisiensi peralatan elektronik, terutama sistem pendingin, yang merupakan sumber utama konsumsi listrik. Dalam Program Jalur Energi Bersih Indonesia, IESR bekerja sama dengan Berkeley Lab untuk mempercepat transformasi pasar dan peningkatan efisiensi energi pada sistem pendingin udara.
3. Mitigasi Perubahan Iklim
Program Akses Energi Berkelanjutan berkonsentrasi pada penelitian dan pendukung kebijakan publik yang berfokus pada pemenuhan dan penyediaan akses energi yang merata, adil, dan mampu mendorong penggunaan energi terbarukan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkelanjutan di Indonesia.
Ekonomi hijau menunjukkan potensi ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif yang menguntungkan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Ini memungkinkan lapangan kerja yang lebih besar, pengurangan limbah, stabilisasi ketahanan pangan, dan peningkatan PDB Indonesia.
Akan tetapi dari setiap dampak positif yang dihasilkan pada penerapan sistem ekonomi hijau di suatu negara, Indonesia masih belum sepenuhnya menerapkan sistem tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erwinsyah pada tahun 2021 dituturkan bahwa dalam mencapai komitmen Indonesia untuk emisi nol karbon tahun 2060, sumber daya manusia belum sepenuhnya digunakan sebagai tenaga kerja hijau yang menghasilkan produk produksi yang ramah lingkungan. Ini menunjukkan bahwa pembangunan masih belum sepenuhnya menerapkan konsep ekonomi hijau.
Ekonomi hijau dan sumber daya manusia yang ramah lingkungan didukung oleh peraturan dan kebijakan Indonesia. Sebagian kebijakan dibuat menjadi undang-undang, tetapi yang lain diatur oleh menteri, terutama yang berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja berkeahlian hijau.
Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dan meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja berkeahlian dalam bidang ini. Meskipun beberapa bidang pelatihan telah mencapai kemajuan, masih diperlukan peraturan tambahan yang mendukung pelatihan tenaga kerja hijau yang sesuai dengan masalah lingkungan global. Di tengah komitmen pemerintah Indonesia untuk mencapai Indonesia bebas emisi pada tahun 2060, ada peluang untuk menerapkan program pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.
Sumber :
Dewi, R. A. (2023, Juli 14). Pengertian ekonomi hijau, konsep, tujuan, dan manfaatnya. Koran Tempo. https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/483198/pengertian-ekonomi-hijau-konsep-tujuan-dan-manfaatnya
Erwinsyah, E. (2021). Peluang ekonomi hijau dan ketrampilan hijau menuju netral karbon indonesia tahun 2060. JABE (Journal of Applied Business and Economic), 8(2), 159-181.
IESR Institute for Essential Services Reform. (n.d.). Ekonomi hijau. Diakses 10 Juli 2024, dari https://iesr.or.id/ekonomi-hijau/
KADIN Indonesia. (n.d.). Ekonomi biru. Diakses 10 Juli 2024, dari https://kadin.id/program/ekonomi-biru/
Kementerian ESDM Republik Indonesia, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM, Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur. (2021, September 20). Mengenal lebih dalam langkah aplikasi ekonomi hijau di Indonesia. Diakses 10 Juli 2024, dari https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/seputar-ppsdma/mengenal-lebih-dalam-langkah-aplikasi-ekonomi-hijau-di-indonesia
Pusat Energi Terbarukan Indonesia. (n.d.). Panduan tentang energi terbarukan. Diakses 14 Juli 2024, dari https://www.renewableenergyid.org/guides/renewable-energy
Komentar
Posting Komentar