Langsung ke konten utama

Ancaman Krisis Pangan di Indonesia Terkait Keterbatasan Produksi Beras pada Januari 2024

Indonesia, sebagai salah satu produsen beras terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius terkait krisis pangan pada bulan Januari 2024. Keterbatasan produksi beras menjadi perhatian utama yang memicu ketidakpastian dalam ketahanan pangan negara. Faktor-faktor seperti perubahan iklim, masalah logistik, dan tantangan dalam peningkatan produktivitas pertanian menjadi pemicu utama yang mengakibatkan ancaman serius terhadap pasokan beras di tanah air. Indonesia, dengan iklim tropisnya, semakin merasakan dampak perubahan iklim yang tidak terduga. Curah hujan yang tidak stabil, suhu yang meningkat, dan perubahan pola musim mempengaruhi produksi beras secara signifikan. Petani di berbagai wilayah Indonesia mengalami kesulitan dalam merencanakan waktu tanam dan panen karena ketidakpastian cuaca. Musim hujan yang berkepanjangan atau kekeringan yang tiba-tiba dapat menyebabkan gagal panen dan penurunan hasil produksi, menghadirkan risiko krisis pangan yang serius.

Swasembada pangan menjadi salah satu prioritas dari berbagai program yang bakal digencarkan ketiga bakal calon presiden (bacapres) dan bakal calon wakil presiden (bacapres) yang akan melaju pada kontestasi pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang. Ancaman krisis pangan tidak hanya berdampak pada produksi beras tetapi juga menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang luas. Masyarakat Indonesia, terutama yang bergantung pada sektor pertanian, merasakan tekanan ekonomi akibat penurunan pendapatan petani dan kenaikan harga beras. Kelangkaan pangan dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial, ketidaksetaraan, dan meningkatnya tingkat kemiskinan jika tidak ditangani dengan cepat dan efektif.

Swasembada pangan berarti suatu negara sudah bisa memproduksi cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya sendiri tanpa perlu mengimpor sejumlah besar makanan. Namun, faktanya hingga saat ini Indonesia belum bisa mencapai swasembada pangan kendati mendapat julukan negeri yang kaya akan sumber daya alam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), untuk pemenuhan kebutuhan makanan pokok masyarakat Indonesia saja yaitu beras, pemerintah masih tetap perlu impor sebanyak 1,79 juta ton pada sepanjang Januari - September 2023. Sementara, produksi pada periode Januari-September 2023, produksi beras nasional diprediksi turun 0,22% menjadi 26,11 juta ton dari 26,17 juta ton pada periode sama tahun sebelumnya.

Produksi beras nasional tahun ini bakal susut sampai 2,05%. Dari 31,54 juta ton tahun 2022 ke 30,90 juta ton tahun ini. Demikian hasil angka sementara prediksi produksi beras BPS. Di mana, produksi beras nasional pada periode Oktober-Desember 2023 diprediksi turun 10,92% dari 5,37 juta ton pada periode sama tahun lalu jadi 4,78 juta ton. BPS memprediksi akan terjadi defisit beras di dalam negeri sebanyak 0,09 juta ton di bulan September dan 0,27 juta ton di bulan Oktober 2023. Di mana, produksi beras di dalam negeri ditaksir hanya sebanyak 2,46 dan 2,28 juta ton, sementara konsumsi diperkirakan sebanyak 2,55 juta ton per bulan.

Produksi beras nasional yang makin menyusut sementara kebutuhan konsumsi lebih tinggi akan berdampak pada impor yang makin meningkat untuk memenuhi kebutuhan beras domestik. Oleh karena itulah hingga kini kita masih menjadi net-importir beras serta masih belum bisa menjadi swasembada pangan. Tak hanya itu, masalah kenapa Indonesia belum bisa menjadi swasembada pangan disinyalir karena alih fungsi lahan yang terus terjadi akibat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi, serta jumlah profesi petani yang semakin turun.

Menurut BPS luas lahan baku sawah nasional kian menyusut, diketahui pada 2008 luas lahan sebesar 8,07 juta hektar (ha), terbaru pada 2019 angkanya menyusut menjadi 7,46 juta ha. Bahkan pada 2023 ini, luas panen padi kebanyakan hanya terkonsentarsi di pulau Jawa dan Sumatera. Selain itu, profesi petani dari tahun ke tahun kian menyusut akibat generasi muda kini tak terlalu tertarik dengan profesi tersebut. Pasalnya, rata-rata upah di sektor pertanian merupakan yang terendah dibanding sektor lainnya, data BPS per Juli 2023 sebesar Rp68.740 per hari atau berkisar Rp2 juta per bulan.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata harga semua jenis beras pada minggu pertama Oktober 2023 mencapai Rp 13.674 per kilogram (kg). Harga ini naik lebih dari Rp 1.500 per kg dibanding minggu pertama September 2023 yang masih berada di bawah Rp 11.900 per kg. Inflasi beras secara bulanan pada September 2023 mencapai angka 5,61 persen, sekaligus menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Bahkan, harga beras kualitas medium tahun ini mengalami kenaikan yang tidak biasa, yakni tembus Rp 12.685 per kilogram atau naik 29,6 persen sepanjang 2023.

Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), alih fungsi lahan pertanian mencapai 90.000 hingga 100.000 hektar setiap tahun. Saat ini diketahui, luas lahan baku sawah (LBS) telah mengalami penyusutan, termasuk di 8 provinsi sentra beras nasional, yakni Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Terlihat pada 2019, total LBS di 8 provinsi itu mencapai 3,97 juta hektare (ha), sedangkan pada 2021 susut menjadi 3,84 juta ha. Banyaknya alih fungsi lahan harus menjadi pengingat agar Pemerintah membuat pemetaan baru serta regulasi khusus yang berkaitan dengan zonasi lahan subur.
Tujuannya agar zonasi tersebut diperuntukkan untuk lahan pertanian dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan.

Ancaman krisis pangan di Indonesia pada Januari 2024 membutuhkan respons segera dan holistik dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan mengatasi perubahan iklim, memperbaiki infrastruktur logistik, dan menginvestasikan dalam inovasi pertanian, Indonesia dapat melangkah maju menuju ketahanan pangan yang kuat. Pemahaman mendalam terhadap dampak sosial dan ekonomi krisis pangan perlu membimbing kebijakan dan tindakan, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dapat memberikan dampak positif dalam menjaga kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Referensi :
https://www.dpr.go.id/
https://www.cnbcindonesia.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HIMIKO  (Himpunan Mahasiswa Ekonomi) Himpunan Mahasiswa Ekonomi (HIMIKO) adalah wadah organisasi bagi mahasiswa Program Studi Ekonomi untuk mengembangkan diri, menambah relasi dan tentunya memajukan Prodi Ekonomi. HIMIKO terbentuk pada tanggal 12 November 2016. Himpunan Mahasiswa Ekonomi terbentuk pada saat mabim angkatan pertama Program Studi Ekonomi 2016. HIMIKO memiliki arti logo berbentuk 12 gir yang melambangkan tanggal terbentuknya HIMIKO. HIMIKO telah menjadi anggota IMEPI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) sejak tahun 2017. Tahun 2019 HIMIKO terpilih menjadi Himpunan Tersosmed di Acara ORMAWA AWARD yang diselenggarakan oleh BEM U. HIMIKO memiliki Visi dan Misi sebagai berikut: Visi : “Meningkatkan solidaritas antar generasi ilmu ekonomi dan menjadikan HIMIKO himpunan yang dikenal di UBB maupun diluar UBB.” Misi : 1. Menjalin kerjasama antar organisasi di UBB maupun diluar UBB. 2. Meningkatkan keakraban antar kepengurusan sehingga menjalankan proker yang maksima

Kapitalisasi Pendidikan Terhadap Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan di Indonesia

Kapitalisasi pendidikan di Indonesia telah menjadi isu yang sangat relevan dan kompleks, terutama dalam konteks kenaikan biaya pendidikan yang signifikan. Kapitalisasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses di mana pendidikan dipengaruhi oleh unsur-unsur ekonomi dan budaya kapitalis, mengarah pada perbedaan kualitas pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat berbeda status sosial dan ekonomi. Kenaikan biaya pendidikan, seperti yang dikenal sebagai Uang Kuliah Tunggal (UKT), dapat memiliki dampak yang signifikan pada aksesibilitas pendidikan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam beberapa kasus, kenaikan biaya pendidikan dapat memperburuk situasi kesulitan finansial bagi mahasiswa berpenghasilan rendah, menghambat akses mereka ke pendidikan tinggi, dan bahkan menghentikan studi mereka karena tidak mampu membayar biaya yang semakin tinggi.           Kapitalisasi pendidikan juga dapat berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima. Dalam beberapa kasus, kenaikan

Rupiah melemah tipis ke 15.580 per dolar AS pada Kamis, 14 Maret 2024.

Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.580 per dolar AS pada Kamis (14/3). Mata uang Garuda melemah 5 poin atau minus 0,03 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya. Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah ke posisi Rp15.582 per dolar AS pada perdagangan sore ini. Mata uang di kawasan Asia juga dominan lesu. Yen Jepang turun 0,02 persen, peso Filipina layu 0,04 persen, yuan China merosot 0,06 persen, dan won Korea Selatan ambruk 0,27 persenSedangkan penguatan dialami dolar Singapura yang naik 0,01 persen, dolar Hong Kong tumbuh 0,02 persen, dan rupee India plus 0,04 persen. Di lain sisi, ringgit Malaysia dan baht Thailand macet Namun, mata uang negara maju mayoritas menguat. Poundsterling Inggris plus 0,12 persen, euro Eropa jatuh 0,04 persen, franc Swiss ambruk 0,10 persen, dolar Kanada menguat 0,01 persen, dan dolar Australia tumbuh 0,02 persen. Fokus pasar beralih ke pembacaan inflasi AS dan penjualan ritel me