Perekonomian global hingga awal Agustus 2023 masih menghadapi turbulensi tinggi. Hal ini sedikit berbeda dengan kondisi ekonomi Indonesia.Hingga hari ini para ekonom masih sepakat kalau fundamental ekonomi kita masih kokoh. Prediksi beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga mengonfirmasi hal tersebut.Pertumbuhan Indonesia masih diramal tumbuh pada kisaran lima persenan hingga 2024 dibandingakan dengan ekonomi dunia yang tahun ini hanya diprediksi tumbuh di kisaran dua persenan. Konflik terbuka Rusia-Ukraina yang melibatkan NATO tak kalah ngerinya dibanding Covid-19.Sebut saja ketimpangan rantai pasok global di sektor energi dan pangan di awal perang yang memicu krisis dan inflasi tinggi. Isu pangan yang mulai sedikit melandai tampaknya akan kembali bergejolak. Banyak pemula Mulai dari India yang memberlakukan larangan ekspor gandum dan beras hingga Rusia yang membatalkan kesepakatan laut hitam pascaserangan Jembatan Krimea bulan lalu.Tentu ini berpotensi membuat suplai beras, gandum, dan biji-bijian. dunia kembali timpang Jika ini berlanjut potensi krisis pangan akan meningkat dan inflasi akan kembali meninggi khususnya kelompok bahan makanan.Dimana moneter ketat akan kembali dimainkan bank-bank sentral di dunia. Jika ini terulang sudah dipastikan ekonomi dunia akan semakin melambat Tentu ini perlu dimitigasi oleh Indonesia.
Sejak Beranjak ke Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan Tiongkok. Data konsumsi di AS dan Eropa akhir-akhir ini tampak sedikit membaik.Peningkatan konsumsi rumah tangga perbaikan tingkat upah dan tingkat keyakinan konsumen menjadi indikator utama. Pertumbuhan ekonomi Jepang juga diprediksi cukup kuat dengan adanya perbaikan di sisi ekspor dan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, Tiongkok yang sebelumnya diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan kawasan justru menunjukkan pertumbuhan yang sedikit melemah. Tertahannya konsumsi dan investasi sektor properti tampaknya cukup berkontribusi pada ekonomi tirai bambu.Masih dari Tiongkok perseteruan dengan AS juga kembali memuncak paska perang dagang era Donald Trump Perseteruan terbaru terkait perang microchip ikut menyeret Jepang dan Belanda disamping itu titik api baru di Taiwan tampaknya juga membesar dan jika terbakar tentu akan menambah masalah baru bagi Indonesia.Beranjak ke sisi Inflasi Data inflasi dunia secara rerata mulai membaik. Tekanan yang kuat memang masih dialami sejumlah negara maju sehingga era kebijakan moneter ketat sepertinya belum akan selesai.
Dimana Turbulensi ekonomi membutuhkan campur tangan Bank Indonesia. Mengapa Karena BI sebagai otoritas yang bertanggung jawab menciptakan stabilitas di bidang moneter. Otoritas ini punya andil besar dalam membuat respon kebijakan yang cepat dan tepat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bank Indonesia yang ditujukan untuk merespons turbulensi ekonomi dan mendukung pertumbuhan. Inflasi barang impor imported inflation masih menjadi isu penting sehingga penguatan stabilitas nilai tukar Rupiah tetap diarahkan BI untuk mengendalikan jenis inflasi ini. BI tampaknya juga melanjutkan pelonggaran kebijakan likuiditas dan makroprudensialnya untuk mendorong penyaluran kredit. Akselerasi digitalisasi melalui sistem pembayaran digital berbasis kode QR (QRIS) terus disempurnakan guna memperkuat inklusi ekonomi dan keuangan digital.Fitur QRIS ditambah misal Tuntas‒Tarik Tunai, Transfer, dan Setor dan transaksinya diperluas misal QRIS antarnegara. Penguatan stabilitas nilai tukar Rupiah dilakukan melalui dua cara. Pertama intervensi di pasar valuta asing melalui transaksi spot dan jual beli Surat Berharga Negara SBN di pasar sekunder. Kedua melakukan operasi twist, yaitu menjual SBN bertenor jangka pendek di pasar sekunder untuk menarik investor asing.Penguatan dari sisi makroprudensial dilakukan dengan memberi stimulus insentif likuiditas makroprudensial kepada bank umum konvensional dan syariah yang mulaidiberlakukan pada awal Oktober 2023 ini. Kebijakan peningkatan insentif tersebut difokuskan pada pembiayaan hilirisasi ,perumahan,pariwisata, dan keuangan hijau green financing. Penyesuaian Giro Wajib Minimum juga dilakukan untuk memperkuat kebijakan makroprudensial tersebut. makroprudensial, dan sistem pembayaran yang diformulasi secara matang diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Terakhir Inflasi global yang sedikit melandai akhir-akhir ini bukanlah cerminan utuh dari pemulihan ekonomi global melainkan dipengaruhi oleh pengetatan moneter yang dilakukan banyak Bank Sentral di dunia. Potensi guncangan ekonomi domestik sangat terbuka di tahun 2023. Sinergi Moneter-Fiskal dengan sejumlah otoritas terkait sangat diperlukan. Sejumlah kebijakan akomodatif di bidang moneter menunjukkan bahwa Indonesia menyadari dan memahami berbagai konsekuensi ke depan, sehingga terus mengantisipasinya dengan kebijakan yang pro-stability dan pro-growth. Kita berharap ekonomi Indonesia mampu tumbuh di atas rata-rata ekonomi dunia pada tahun 2023. Moneter yang ketat memang berpotensi membuat ekonomi melambat namun setidaknya jangan sampai tersumbat.
https://www.cnbcindonesia.com/opini/20230802110440-14-459451/mencermati-bank-indonesia-merespons-turbulensi-ekonomi/amp
https://www.cnbcindonesia.com/opini/wendy.gouw
Komentar
Posting Komentar