Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
disebabkan oleh agresifnya Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal
Reserve dalam menaikkan suku bunga acuannya sebesar 3,75 sampai 4 persen. "Kalau
Amerika masih naikan suku bunga, pasti dolarnya balik pulang ke Amerika. Jika dolarnya
balik ke Amerika harga dolarnya pasti tambah kuat," kata Suahasil saat
ditemui di Kantor Kementerian Keuangan. Kondisi The Fed menaikkan suku bunganya
membuat dolar yang beredar di seluruh dunia, termasuk negara berkembang akan
kembali ke AS, lantaran masyarakat justru tertarik menyimpan uangnya di
perbankan dibandingkan untuk digunakan (spending).
Dengan demikian, sebelumya dalam Rapat Komite Stabilitas sistem keuangan (KSSK) yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terungkap stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah tren menguatnya Dolar AS.
Indeks nilai tukar Dolar AS terhadap mata uang utama mencapai level tertinggi dalam dua dekade terakhir yaitu 114,76. Sementara itu, nilai tukar rupiah sampai dengan 31 Oktober 2022 terdepresiasi 8,62 persen, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Contohnya, India yang terdepresiasi 10,20 persen, Malaysia terdepresiasi 11,86 persen, dan Thailand terdepresiasi 12,23 persen. Depresiasi ini sejalan dengan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.
Tren depresiasi nilai tukar negara berkembang tersebut didorong oleh menguatnya Dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara, terutama Amerika Serikat. "Rupiah masih terus tertekan karena lebih terpengaruh oleh sentimen global," kata Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubrotosaat. Kalau ternyata Non Farm Payroll (NFP)-nya lebih tinggi dari perkiraan dan tingkat pengangguran AS lebih rendah dari perkiraan, hal ini membuat rully merasa akan berpotensi untuk kembali menekan rupiah. Saat ini, nilai tukar rupiah diprediksi tertekan oleh lonjakan dolar AS akibat langkah Bank Sentral AS Federal Reserve yang kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin. Rupiah mengakhiri perdagangan dengan pelemahan sebesar 0,12 persen atau 19 poin ke Rp15.646,5 per dolar AS. Mata uang Asia lainnya cenderung variatif di hadapan greenback. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam risetnya menyebutkan berlanjutnya kebijakan hawkish The Fed diramal akan diikuti oleh bank sentral lain.
“Bank of Japan dan Bank of England diperkirakan juga hawkish selama inflasi masih tinggi.” Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed yang digelar 1-2 November 2022, menyimpulkan bahwa kenaikan berkelanjutan kemungkinan masih diperlukan untuk membawa suku bunga ke tingkat yang cukup membatasi. Langkah ini dalam rangka mengembalikan inflasi AS ke level 2 persen. Para pejabat The Fed dengan suara bulat memutuskan untuk menaikkan target suku bunga acuan sebesar 75 basis poin lagi ke kisaran 3,75 persen hingga 4 persen, atau level tertinggi sejak 2008.
Dari dalam negeri, PMI manufaktur Oktober 2022 yang konsisten di level ekspansif memberi sinyal bahwa perekonomian dalam negeri dan optimisme pelaku usaha. Indeks manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 tercatat berada di level 51,8. Indeks manufaktur Indonesia pada Oktober 2022 turun secara bulanan, tetapi berada di atas Thailand sebesar 51,6 dan Vietnam 50,6. Di sisi lain, PMI manufaktur di beberapa negara tercatat kembali mengalami kontraksi di antaranya Malaysia 48,7, Taiwan 41,5, dan Korea Selatan 48,2.
Melihat sejumlah faktor ini, Ibrahim memperkirakan rupiah dibuka berfluktuatif pada perdagangan Kamis (3/11/2022), tetapi berpotensi ditutup melemah di rentang Rp15.630—Rp15.700 per dolar AS.
Referensi :
https://m.liputan6.com/bisnis/read/5116666/rupiah-tertekan-terus-gara-gara-dolar-as-pulang-kampung
https://m.bisnis.com/amp/read/20221103/93/1594406/nilai-tukar-rupiah-terhadap-dolar-as-hari-ini-3-november-2022
Komentar
Posting Komentar