Indonesia adalah net importir oil (importir bersih) minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri yang kian meningkat. Meskipun pada saat yang sama Indonesia masih mengekspor minyak mentah.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia paling banyak mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi. Tahun lalu, volume impor minyak mentah dari negara penghasil minyak terbesar dunia itu mencapai 4,4 juta ton.
Menariknya, impor terbesar produk minyak olahan Indonesia, termasuk BBM, bukan dari Arab Saudi, melainkan Singapura yang mencapai 10,3 juta ton di tahun yang sama. Padahal, Singapura adalah negara kecil yang tidak memiliki sumber minyak seperti Arab Saudi.
Data BPS menunjukkan Indonesia telah menjadi net importir minyak sejak tahun 2004. Saat itu, volume impor minyak mentah dan produk olahan minyak mencapai 30,3 juta ton sedangkan ekspornya mencapai 34,9 juta ton sehingga terjadi defisit sebesar 4,6 juta ton. .
Dari sisi nilai, neraca perdagangan migas Indonesia mulai mengalami defisit pada Agustus 2005 sebesar US$242,3 juta. Hingga Juli 2012, neraca perdagangan migas bervariasi antara defisit dan surplus.
Setelah itu, neraca minyak secara konsisten mencatat defisit dengan hanya satu surplus pada Februari 2015 sebesar US$33,8 juta. Bahkan pada Desember 2021, defisit neraca minyak membengkak hingga US$ 2,3 miliar. Dari sisi hulu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan lifting minyak Indonesia tahun ini mencapai 703.000 barel per hari (bph) sementara kebutuhannya mencapai 1,4 juta bph.
Hingga triwulan I 2022, realisasi lifting minyak hanya mencapai 611.700 bph. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan impor minyak yang membuat defisit neraca perdagangan membengkak.
Lalu, bagaimana bisa Singapura yang luasnya tidak lebih besar dari DKI Jakarta bisa mengekspor minyaknya ke Indonesia dengan volume yang begitu besar? Belum lagi ladang minyak, untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri Singapura mengandalkan 90% impor.
Singapura tidak memiliki sumber daya hidrokarbon dan mengimpor minyak mentah untuk industri penyulingan dan petrokimianya. Lebih dari dua pertiga impor minyak mentah Singapura berasal dari Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, dan Kuwait.
Singapura juga mengimpor minyak mentah dari Indonesia. Menurut data BPS, pada 2020, ekspor minyak mentah Indonesia ke Singapura mencapai 718,4 ribu ton senilai US$ 239,8 juta. Sejak tahun 2001, Singapura selalu menjadi salah satu dari lima besar tujuan ekspor minyak mentah Indonesia.
Singapura adalah pusat minyak dunia dan merupakan penyulingan dan pengekspor produk minyak terbesar kelima di dunia. Tiga kilang Singapura memiliki kapasitas penyulingan minyak mentah gabungan sebesar 1,3 juta bph, menurut perkiraan Januari 2021 dari Oil & Gas Journal (OGJ).
Setidaknya, ada 3 kilang minyak besar yang beroperasi di Singapura, ketiganya adalah Kilang Shell Pulau Bukom berkapasitas 500.000 bph, Exxon Mobil Jurong Island Refinery 605.000 bph, dan SRC Jurong Island Refinery 290.000 bph.
Dengan kapasitas sebesar itu, Singapura mampu mengolah minyak bumi yang diimpor dari Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk diolah menjadi bahan bakar siap ekspor. Konsumsi bahan bakar Singapura juga sangat kecil sehingga sebagian besar bahan bakar olahan dapat diekspor.
Sebagian besar produk minyak suling dan ekspor petrokimia Singapura ke negara-negara tetangga di Asia. Malaysia, Indonesia, Australia, dan Cina bersama-sama menyumbang hampir 60% dari ekspor produk minyak sulingan. Negara tujuan utama ekspor petrokimia Singapura adalah China, Indonesia, India, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Sementara, Indonesia mengkonsumsi bahan bakar 1,4 juta bph dengan kapasitas pabrik hanya sekitar 1,1 juta bph. Selama 15 tahun terakhir, kapasitas pabrik di Indonesia hanya meningkat sekitar 32 ribu bph dari 1.094 juta bph pada 2007 menjadi 1.126 juta bph pada 2020.
Inilah mengapa Indonesia menjadi pengimpor bersih minyak. Singapura, sebagai pusat minyak dunia, merupakan negara asal impor minyak sulingan terbesar karena letak geografisnya yang sangat dekat, karena tidak memerlukan biaya pengiriman dan logistik yang besar dibandingkan mengimpor dari produsen minyak lain yang berada di timur tengah, atau dari negara eksportir minyak terbesar dunia, seperti Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Berita ini kami Kurasi dari sumber: katadata.co.id dan schmu.id dengan judul asli Singapura Ekspor 10 Juta Ton BBM ke RI Meski Tak Punya Ladang Minyak
Komentar
Posting Komentar