Kebijakan larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng yang diberlakukan nyaris dua pekan terakhir boleh dibilang belum berbuah manis. Alih-alih berhasil menurunkan harga minyak goreng, larangan ekspor CPO malah membuat pengusaha kelapa sawit menjerit. Bagaimana tidak? Larangan ini mengancam tandan buah segar (TBS) kelapa sawit rusak. Belum lagi efek domino yang ditimbulkan akibat kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi itu mulai dari pengolahan minyak sawit yang terhenti, petani yang menunda panen kelapa sawit, hingga pohon sawit yang rusak akibat TBS yang tidak dipanen.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono menyebut pengolahan minyak sawit akan berhenti sementara kalau pasokan CPO sudah melampaui kecukupan di dalam negeri. Akhirnya, ia menyebut pengolahan TBS kelapa sawit akan berhenti karena stok CPO dalam negeri sudah penuh. Ini akan membuat TBS yang belum diolah rusak dalam kurun waktu 24 jam.
Laporan Gapki menyebutkan rata-rata stok CPO dalam negeri berkisar 4 juta-5 juta ton per bulan dengan sebagian berada di tangki dan beberapa sedang dalam perjalanan.
Pasar minyak sawit Indonesia sebanyak 70 persen di antaranya diperuntukkan ekspor. Maka itu, ia khawatir jumlah pasokan CPO di dalam negeri melebihi kebutuhan domestik yang jauh lebih rendah dibandingkan total ekspor yang mencapai 70 persen.
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai larangan ekspor CPO sejatinya menimbulkan banyak dampak krusial. Mulai dari harga TBS yang jatuh hingga munculnya ekspor-ekspor ilegal yang berdampak pada raibnya devisa negara.
Menurut Bhima, sejak awal pemerintah sudah diingatkan bahwa kebijakan tersebut sama sekali tidak solutif dan kontraproduktif. Kebijakan ini dikhawatirkan memicu sejumlah pengusaha melakukan ekspor ilegal. Ekspor ilegal ini bisa membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran untuk biaya pengawasan. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera mencabut larangan ekspor CPO. Apalagi, saat ini kondisi CPO sudah melebihi kapasitas yang dibutuhkan dalam negeri.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan pemerintah harus segera mencabut kebijakan larangan ekspor CPO.
Saat ini, katanya, harga sawit turun drastis menjadi Rp800 hingga Rp1.200 per kg untuk perkebunan swadaya. Tak hanya itu, jika dalam tiga bulan aturan ini tidak dicabut, dikhawatirkan akan berimbas pada pemberhentian pegawai perusahaan CPO dan minyak goreng.
Referensi :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220512075617-92-795775/larangan-ekspor-cpo-kok-lebih-banyak-muda
Komentar
Posting Komentar