Masa pandemi membuat sebagian negara harus berusaha untuk memulihkan ekonominya yang merosot sangat jauh. Lajunya pertumbuhan ekonomi secara global, ternyata berdampak kepada hal-hal yang tidak terduga. Di mulai dengan krisis energi dibeberapa negara maju beberapa bulan lalu, yang sempat membuat harga batu bara melambung tinggi. Sekarang ada masalah lain lagi yang terjadi, yaitu kelangkaan pengapalan kontainer yang berdampak serius terhadap para eksportir.
Kontainer yaitu wadah perdagangan internasional sebagai komoditas yang penting. Mungkin hal itu jarang dipandang oleh sebagian orang. Jika ketersediaan kontainer ini menipis, masalah berantai siap menanti dibanyak negara. Pada harga normal, jasa pengapalan kontainer ini berada pada rentang harga 8 Juta Rupiah sampai 25 Juta Rupiah untuk kontainer ukurann 20 kaki dan 5 juta Rupish sampai 40 Juta Rupiah untuk kontainer ukuran 40 kaki.
Tapi semenjak pertengahan 2021 lalu, genjotan pemulihan ekonomi dari banyak negara membuat kebutuhan akan jasa pengapalan ini meningkat kendati kebutuhan naik, ketersediaan kontainer kosong malah menipis, penyebabnya sebagian negara masih melalkukan karantina barang dari luar negaranya, negara besar seperti China dan Amerika Serikat sedang gencar melakukan ekspir, sehingga sedikit kapal kontainer yang masuk ke Indonesia, dan banyak penyedeia jasa pengapalan adalah perusahaan asing, sehingga sulit diatur negaranya.
Di kutip dari akun @ngomonginuang, banyaknya faktor penghambat ini memvuat pergerakan kontainer menjadi sangat lambat dan tidak berbeanding lurus dengan permintaannya. Akibatnya, tarif yang dikenakan kepadapengguna jasa juga membengkak dari 50%-500% lebih mahal. Mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan mengatakan bahwa dunia sedang mengalami krisis kontainer yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurutnya, dulu harga kontainer 40 kaki hanya sekitar 35 Juta Rupiah, sekarang naik sampai ratusan juta, itupun belum tentu kebagian kontainer dan belum tentu juga kebagian kapal pengangkutnya.
Para eksportir dalam negeri mengeluhkan pasokan kontainer yang tersedia sangatlah kurang. Dari kebutuhan 100 kontainer per minggunya, para eksportir hanya kebagia 25 sampai 40 kontainer dalam seminggu. Belum lagi tarif jasa pengapalan kontainer naik berkali-kali lipat. Bebrapa penyedia jasa pengapalan kontainer bahkan memberikan opsi tarif premium, yang jauh lebih mahal dari tarif standar agar kuota kontainer yang diinginkan eksportir bisa terpenuhi.
Eksporti yang merasakan langkanya kontainer ini adalah eksportir mebel dan furnitur. Eksportir barang mebel mengaku bahwa stok kontainer kosong dan harganya naik berkali-kali lipat. Menurut eksportir mebel, harga pengapalan kontainer adalah sebelum panemi $2800 untuk pengiriman tujuan Jerman, sejak pandemi $12.800 tujuan Jerman, saat ini $20.000 tujuan Jerman. Tidak hanya di dalam negeri, para eksportir global pun juga mengalami hal yang sama. Beberapa media internasional memberitakan bahwa krisis kontainer ini melanda seluruh dunia dengan lonjakan harga yang relatif sama, dari 50%-500%. Banyak eskportir yang memberikan early warning kepada pelanggannya bahwa mereka akan menaikkan harga barang karena tarif logistik yang meningkat. Jika pelanggan banyak yang tidak setuju, maka eksportir meimilih untuk menunda pengiriman sementara waktu.
Selain itu, laporan PBB menyebutkan krisis kontainer ini akan berdampak pada kenaikan harga barang menjelang natal tahun baru 2022. Harga barang yang akan naik menurut PBB adalah barang sektor konsumen, elektronik, dan furnitur. PBB memproyeksikan kenaikan harga imbas dari mahalnya tarif logistik ini sebesar 1,5% di negara maju dan beberapa negara lainnya, kemudian kenaikan harga barang di atas 5% untuk negara kecil yang bergantung pada impor.
Komentar
Posting Komentar